Kamis, 21 Juli 2011

Rancangan Penelitian Pola Asuh Anak untuk Mengatasi Tindak Kekerasan dalam Keluarga

A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan basis utama dan strategis dalam kehidupan manusia. Dalam Islam pendidikan sangat ditekankan dan diutamakan dalam rangka pembinaan umat, dan basis utama pembinaan umat tersebut berada dalam keluarga. Dengan kata lain keluarga memiliki fungsi sangat penting dan mendasar bagi masa depan manusia. Jika pendidikan dalam keluarga sangat baik, maka idealnya kehidupan yang lain juga akan baik.
Sebagaimana dapat ditinjau kembali ayat-ayat yang membicarakan masalah pentingnya pendidikan dalam keluarga, maka kita dapat memahami bahwa memang basis pembentukan karakter manusia ada dalam keluarga. Salah satunya dalam Q.S At-Tahrim (66) ayat 6 berikut terjemahannya:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Depag R.I. 1977: 951).
Memelihara diri dan keluarga dari api neraka dapat dipahami dengan menjaga agar diri dan keluarga kita terhindar dari segala sesuatu yang menyebabkan kita mendapat siksa. Salah satu hal yang dapat membuat kita memperoleh siksa adalah berbuat dzalim, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Dzalim dapat diartikan dengan menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Tanggungjawab para orang tua adalah mempersiapkan para generasi penerus yang akan hidup di zaman yang akan datang. Masa yang tentunya berbeda dengan masa para orang tua. Generasi yang diharapkan tentunya adalah generasi yang tangguh dan dapat memberi warna indah dunia. Bukan generasi yang lemah dan tergerus perubahan zaman. Dengan memahami hal tersebut maka pola asuh yang diterapkan dalam keluarga tentunya pola asuh terbaik untuk para generasi terbaik.
Dalam sosiologi “keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam suatu masyarakat” (Rusman, 2006: 61). Masyarakat terdiri dari sekelompok atau beberapa kelompok keluarga yang berada pada suatu wilayah. Keluarga juga merupakan kumpulan dari ayah, ibu, dan anak (dikenal dengan sebutan keluarga batih). Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak (2004: 1) adalah bahwa keluarga batih tersebut biasa disebut rumah tangga sebagai wadah dan proses pergaulan hidup. Jadi, dengan kata lain masyarakat ada karena adanya keluarga dan keluarga terwujud dengan adanya individu-individu yang memiliki ikatan di dalamnya.
Keluarga juga merupakan lingkungan pengenalan dan pendidikan pertama dan utama bagi anak sebelum ia mengenal lingkungan yang lain. Dengan demikian, keluarga memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis sebagai tempat mewariskan nilai-nilai dan kebudayaan. Yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat mencerminkan bagaimana dalam keluarga. Berbagai macam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki semangat memberikan yang terbaik bagi anak. Tetapi berbagai latar belakang –baik tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya- turut memberikan corak tersendiri. Bermacam-macam kenyataan yang dapat dengan mudah kita ketahui –seiring perkembangan teknologi- yang membuat kita “geleng-geleng kepala” seakan meyakinkan kita untuk bertanya kembali “sudah benarkah kita mengasuh anak kita?”
Adanya perbedaan tingkah laku dan sikap anak yang terwujud dalam keseharian antara di lingkungan keluarga dan di lingkungan yang lain juga menimbulkan pengambilan kesimpulan yang berbeda-beda. Misalnya, di sekolah anak terlihat dapat berlaku baik terhadap para guru dan teman-temannya. Namun ketika di rumah ia bisa dengan mudah membentak dan berkata kasar kepada orang tuanya. Atau ada juga yang terjadi adalah sebaliknya, terlihat sangat patuh dengan keluarga di rumah tapi teramat menjengkelkan ketika ia bergaul dengan teman-temannya di luar.
Sebagai contoh kasusnya, di sebuah kampung di Sleman ada seorang ayah yang tega memukuli anaknya dengan kayu sampai lebam-lebam hanya karena karung -berisikan padi hasil panen yang akan dibawa pulang- jatuh dari motor dan talinya lepas, akibatnya isinya berserakan. Para tetangga menuturkan bahwa memang kekerasan seperti itu kerap terjadi manakala sang anak dianggap tidak patuh. Orang tua sang anak menganggap bahwa anak yang berbakti adalah anak yang selalu menuruti kata-kata orang tua tanpa bertanya. Kesalahan sekecil apa pun dari sang anak dianggap kebodohan yang sangat memalukan. Salah satu teman sang anak –yang juga sekaligus menjadi tetangga mereka- mengatakan bahwa kekerasan memang sudah sering terjadi dalam keluarga tersebut sedari sang anak masih kecil dan sampai sekarang.
Masih di kampung yang sama, ada seorang anak yang terkenal sangat bandel dan nakal tak hanya di rumah, di sekolah pun demikian. Dia sangat sulit diatur bahkan gurunya pun sudah “angkat tangan” menangani sang murid tersebut. Tak ada orang yang ditakuti atau pun disegani sang anak kecuali ayahnya. Salah satu tetangga –yang juga merupakan paman sang anak- mengaku bahwa anak tersebut sering ”ditangani” dan mendapat pula kekerasan verbal dari ayahnya, baik berupa cercaan maupun ancaman. Demikian juga penuturan dari para tetangganya yang lain.
Jika demikian, sebenarnya apa yang terjadi dan mengapa bisa terjadi? Sebagai catatan bahwa semua contoh tersebut di atas –setelah peneliti telaah lebih lanjut- terjadi dalam keluarga muslim. Dalam penelitian ini peneliti lebih menitikberatkan pada peran orang tua sebagai sentral pendidikan dan pengasuhan dalam keluarga untuk mengatasi tindak kekerasan dalam keluarga mereka. Orangtua di sini peneliti fokuskan pada mereka yang duduk sebagai pemangku jabatan struktural di lingkungan organisasi Muhammadiyah dan organisasi Nahdlatul Ulama daerah Sleman. Selain itu, peneliti ingin membandingkan pola asuh di antara para orangtua di kedua organisasi Islam tersebut untuk mengatasi tindak kekerasan dalam keluarga mereka.
B.  Rumusan Masalah
a.    Bagaimanakah pola asuh anak dalam keluarga para tokoh struktural di lingkungan organisasi Muhammadiyah Sleman?
b.    Bagaimanakah pola asuh anak dalam keluarga para tokoh struktural di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama’ Sleman?
c.    Apa saja wujud tindak kekerasan pada pola asuh anak dalam keluarga para tokoh struktural kedua organisasi Islam tersebut di Sleman?
d.   Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tindak kekerasan pada pola asuh anak dalam keluarga para tokoh struktural kedua organisasi Islam tersebut di Sleman?
e.    Bagaimana strategi untuk mengatasi tindak kekerasan pada pola asuh anak dalam keluarga para tokoh struktural kedua organisasi Islam tersebut di Sleman?
C.  Kerangka Pembahasan
Untuk lebih memudahkan dalam membaca dan memahami penelitian ini maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut. Penelitian ini terdiri dari lima bab yang masing-masing dijelaskan dalam beberapa sub bab. Ada bagian yang akan disajikan sebelum sampai pada bab-bab tersebut, yaitu yang disebut sebagai bagian formalitas. Bagian ini meliputi sampul, judul, persetujuan atau nota dinas, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstrak. Penyajian bagian ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan keterangan awal penelitian.
Untuk bab pertama, pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab yang ke dua berisi gambaran umum tentang keadaan para orangtua yang menjadi tokoh struktural organisasi Muhammadiyah daerah Sleman. Bab ke tiga akan membahas gambaran umum tentang keadaan para orangtua yang menjadi tokoh struktural organisasi Nahdlatul Ulama’ daerah Sleman. Kemudian bab ke empat akan menguraikan dan membahas mengenai hasil penelitian tentang pola asuh anak untuk mengatasi tindak kekerasan dalam keluarga para tokoh struktural kedua organisasi Islam tersebut. Selain itu,  akan dijelaskan pula tentang analisa berbagai data terkait. Dan bab ke lima adalah bab penutup. Dalam bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan, saran-saran dan/atau rekomendasi. Selain itu, penulis akan menyertakan daftar pustaka dan beberapa lampiran terkait.

1 komentar: